Marawis Daarul Ikhlash Tampil dengan ‘Ikhlash’

Subang, NU Online
Sebagai sarana dalam menyalurkan minat dan bakat peserta didik di lingkungan MTs dan MA Terpadu Daarul Ikhlash, pihak Yayasan Islamic Center Daarul Ikhlash (YICDAI) selaku lembaga yang membawahi madrasah tersebut sejak 2011 yang lalu membentuk grup musik marawis.


“Kita ingin minat dan bakat dalam diri siswa tersalurkan, jadi kita bikin tim marawis” Kata Fatah Yasin Ekayana selaku Ketua Umum YICDAI yang juga Pengurus MWCNU Kalijati saat ditemui NU Online di Kompleks YICDAI, Desa Caracas, Kecamatan Kalijati, Subang, Jawa Barat, Kamis (21/3).

Selain itu, tambah Katib Syuriah Ranting NU Desa Caracas ini, motivasi pembentukan tim marawis adalah sekaligus sebagai media dalam berdakwah melalui seni, seperti yang dicontohkan oleh para wali songo dalam melakukan dakwah di pulau Jawa

“Salah satu kesuksesan dakwah wali songo itu ya dakwahnya dengan seni, dengan budaya, contohnya Sunan Kalijaga, jadi lagu-lagu yang disampaikan oleh  anak-anak (marawis) itu sarat dengan pesan-pesan moral diharapkan dapat menjadi sugesti untuk terus beribadah kepada Allah SWT,” kata alumni Uninus Bandung tersebut

Salah satu keunikan dari Tim marawis MTs – MA Daarul Ikhlash ini adalah tidak “mematok harga”. Meski demikian, di setiap kali tampil entah dalam acara hajatan warga, muludan, rajaban, dan lain sebagainya, tim marawis ini selalu mendapatkan shadaqah atau ‘saweran’ dari masyarakat.

Jika dikumpulkan dalam sekali manggung bisa mendapat puluhan ribu rupiah, bahkan pernah mencapai ratusan ribu, dari hasil ‘saweran’ tersebut sebagian dibagi kepada tim marawis, dan sebagian lagi untuk dana kas yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan operasional marawis, seperti perawatan alat, pembelian pakaian seragam, sewa mobil, dan lainnya.

“Namanya juga Daarul Ikhlash, ya anak-anak pun kalau manggung harus ikhlash,” ujarnya.

Fatah Yasin menambahkan, tidak dipatoknya ‘harga manggung’ selain untuk tujuan dakwah juga sebagai media promosi lembaga, karena maklum saja, sejak didirikannya YICDAI pada tahun 2005, sebagian masyarakat ada saja yang beranggapan bahwa madrasah merupakan sekolah “kelas dua”, masa depannya tidak jelas, tidak bisa melanjutkan ke tingkat SMA Negeri dan Perguruan Tinggi Negeri, lulusannya sulit mendapat pekerjaan.

Dalam menghadapi opini yang tidak dapat dipertanggungjawabkan ini, setiap tahun ajaran baru pihak madrasah dan yayasan harus bekerja ekstra, salah upaya yang dilakukan adalah melalui marawis ini.


Redaktur     : A. Khoirul Anam
Kontributor : Aiz Luthfi

Comments

Popular posts from this blog

Tasawuf dan Tarekat di Nusantara