PESANTREN DAN DEMONSTRASI MENOLAK KENAIKAN HARGA BBM



Seperti yang diketahui bahwa dunia pesantren mayoritas memilih untuk memfokuskan diri pada aktiifitas-aktifitas yang bersifat pendidikan keagamaan namun belakangan mulai bermunculan beberapa pesantren yang mengkolaborasikan antara pendidikan keagaamaan dan pendidikan keterampilan yang dimaksudkan agar para santri memiliki keterampilan dan ketika kelak terjun di masyarakat diharapkan mereka tidak kebingungan untuk mencari nafkah karena sudah dibekali sebuah keterampilan.
Dari sekian banyak keterampilan yang dikembangkan oleh pesantren, hampir bisa dipastikan bahwa pesantren tidak memberikan keterampilan untuk berunjuk rasa di jalanan dalam memprotes kebijakan pemerintah yang diniliai kontrovesial, seperti pada saat ini yang sedang ramai-ramainya demonstrasi di beberapa daerah di Indonesia dalam menentang kebijakan pemerintah karena menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Beberapa hari terakhir Kita di suguhkan oleh media massa mengenai aksi demonstrasi menentang kenaikan harga BBM yang dilakukan oleh masyarakat dengan mengatasnamakan lembaga atau ormasnya masing-masing. Namun sejak dahulu sampai sekarang, dalam setiap kenaikan harga BBM dan kemudian ada demonstrasi menentang terhadap kenaikan harga BBM tersebut, kita akan merasa kesulitan jika kita hendak mencari demonstran yang mengatasnamakan organisasi santri ataupun lembaga pesantren. Jika kemudian hal tersebut disikapi dengan sebuah pertanyaan sinis maka akan muncul sebuah pertanyaan, dimana letak kepedulian pesantren terhadap nasib rakyat Indonesia yang akan dihadapkan dengan melambungnya berbagai macam harga kebutuhan sehari-hari akibat dari kenaikan harga BBM?
Salah satu alternatif jawaban dari pertanyaan tersebut adalah bisa dengan  menggunakan teori fungsionalisme yang dikembangkan oleh Talcot Parson dan Robert Merton, dalam teori tersebut dikatakan bahwa masyarakat diumpakan seperti halnya tubuh yang memiliki kepala, mata, hidung, telingan, tangan, kaki dan seterusnya yang mempunyai fungsi dan tugas yang berbeda-beda. Begitupun dengan masyarakat yang mempunyai peran dan fungsi yang berbeda-beda.
Dalam setiap momentum kenaikan harga BBM pesantren memilih untuk tidak turun ke jalan bersama lembaga-lembaga lain dalam menyuarakan penolakannya, hal ini seolah memberikan citra bahwa pesantren setuju dengan kenaikan harga BBM tersebut, padahal pesantren “diam” bukan berarti tanda setuju dengan dinaikkannya harga BBM oleh pemerintah, namun “diam”nya tersebut lebih dikarenakan wilayah peran dan fungsi pesantren memang menghendaki harus seperti itu.
Boleh jadi, unjuk rasa ala pesantren berbeda dengan unjuk rasa yang bersifat “konvensional”, seperti misalnya dengan melakukan doa individu dan atau doa bersama serta istighotsah, meminta perlindungan dan pertolongan langsung kepada Allah swt.karena sedikit banyaknya intervensi Allah terlibat dalam kehidupan manusia di bumi ini.
Wallahu a`lam
   

Comments

Popular posts from this blog

Tasawuf dan Tarekat di Nusantara