Cara Berpikir Dr. Soetomo dalam memandang Pesantren (Telaah Buku Pesantren Studies 2A BAB I)


Dr. Soetomo merupakan salah seorang putera bangsa yang mendapatkan pendidikan Barat, namun dalam melihat pesantren ia memposisikan pesantren bukan sebagai objek, melainkan sebagai subjek, artinya bahwa pesantren menurut Dr. Soetomo adalah sebuah lembaga yang mempunyai peran signifikan dalam pembangunan Nasional.
Kekuatan tersebut dapat dilihat dari para lulusan pesantren yang mampu menguasai berbagai disiplin ilmu, terutama ilmu agama, maka tidak heran jika kemudian Dr. Soetomo ini mengatakan bahwa pesantren sebagai sumber pengetahuan dan mata air ilmu.
Potensi lain yang dilihat oleh DR. Soetomo adalah jumlah pesantren yang sudah mencapai ribuan, hal itu sedikit banyaknya pasti ada sebuah ikatan spiritual diantara pesantren-pesantren itu sehingga jika dikalkulasikan pesantren bisa menjadi sebuah kekuatan yang luar biasa.
Dengan demikian DR. Soetomo lebih menitikberatkan pandangannya pada sebuah output, bukan pada proses, hal ini dapat dilihat dari “pujiannya” DR. Soetomo pada pesantren yang mampu melahirkan para santri yang berkarakter, yakni siap hidup dimana pun, sehinggga tidak terbelenggu oleh ikatan sebuah lembaga, terutama lembaga yang berada di bawah naungan Belanda, sebagaimana para lulusan sekolah-sekolah Belanda.
Selain itu, DR. Soetomo pun dalam memandang pesantren kacamata yang digunakan adalah prinsip almuhafadzatul qadimi al-shalih, wa al-akhdu al-jadid al-ashlah, sebagaimana yang ia katakan :
Pesantren itoe pergoeroean kepoenjaan bangsa kita jang asali, serta beberapa bilanganja sebeloem pengaroeh Barat mempengaroehi djoega atas pengadjaran dan pendidikan kita.
Dalam redaksi tersebut ada kata kepoenjaan bangsa kita jang asali, artinya pesantren merupakan produk dalam negeri yang mesti dipertahankan dan cara memandang itu  sesuai dengan prinsip almuhafadzatul qadimi al-shalih (menjaga hal-hal lama yang baik).
DR . Soetomo mengikuti ajaran Louis Althusser tentang Aparatus Negara Ideologis (ANI), Sekolah Belanda adalah Aparatus Ideologisnya Belanda, jika hal ini dibiarkan maka cengkraman kolonialisme akan semakin kuat. Dr. Soetomo kemudian mengangkat Pesantren sebagai “rival” dari Aparatus Ideologis itu. Hal itu dilakukan untuk menumbuhkan semangat nasionalisme di kalangan bangsa Indonesia untuk kemudian mampu mengusir penajajahan Belanda, objek yang diangkat adalah pesantren karena pesantren merupakan produk dalam negeri.
Umpama konteks kekinian misalnya bahwa Batik adalah produk asli dalam negeri oleh sebab itu ia harus dipertahankan, tidak perlu memakai gamis yang dibawa oleh wahabi. Dari sana kita dapat mengambil sebuah muatan nilai bahwa gerakan wahabisasi harus dibendung dengan cara menggunakan batik, pun demikian dengan gerakan kolonialisasi yang telah membawa sekolah ke bumi nusantara ini, ia harus dibendung dengan mempertahankan eksistensi pesantren.
Wallahu `alam.

Comments

Popular posts from this blog

Tasawuf dan Tarekat di Nusantara