Nisbat Kata tasawuf

Tashawuf merupakan salah satu disiplin keilmuan dalam Islam yang benar-benar serius dengan memfokuskan diri pada spritualitas dan hati, kemudian orang yang melaksanakan ajaran tasawuf disebut dengan sufi. Dalam membahas tasawuf, Ketua Umum PBNU, KH. Said Aqil Siradj memulainya dengan mengutip sebuah ayat Alquran.
 “Allah berfirman dalam Alquran surat Alhadid ayat 16, alam ya`ni lilladzina amanuu an takhsya`a qulubuhum lidzikrilah,  terjemah bebasnya kira-kira begini, wahai orang beriman apakah belum tiba saatnya hatimu khusyu?, jadi yang ditanyakan hati khusyu, bukan sholatmu berapa kali? Puasamu berapa bulan? Hajimu berapa kali? Bangun masjid berapa masjid? Bukan itu yang ditanyakan, yang ditanyakan hatimu khusyu, kok sampai sekarang gak khusu’-khusu’, kapan mau khusu’nya?” papar Kang Said di Pesantren Ats-tsaqafah, Ciganjur, Jakarta, Sabtu (19/10) yang lalu
Selanjutnya Kiai asal Cirebon ini menelusuri penisbatan kata tasawuf, ia memulainya dengan kata ash-shafa yang mempunyai makna bersih, suci dan bening.
Menurut Kang Said, dari sisi makna kata ash-shafa memang benar, karena orang sufi selalu  melakukan pembersihan-pembersihan jiwa dari sesuatu yang mengotori hatinya, akan tetapi dari sisi lughawi kata itu tidak sesuai karena mestinya orang yang bersih namanya shofai, bukan sufi.
“Dari substansi makna sangat benar, tapi dari sisi lughah tidak ketemu” ujarnya
Asal kata sufi yang kedua, lanjut Kang Said, adalah kelanjutan dari ahlu ash-shuffah, yaitu para sahabat muhajirin yang hijrah ke Madinah, di Madinah mereka tidak mempunyai kerabat dan sahabat akhirnya mereka memilih bertempat tinggal di serambi masjid Nabawi, disana mereka memfokuskan diri untuk beribadah kepada Allah, diantara para sahabat tersebut adalah Abu Dzar Al-Ghifari.
Lagi-lagi menurut Kang Said dari sisi bahasa kata ahlu ash-shuffah tidak cocok, karena jika kata sufi dinisbatkan kepada kata ahlu ash-shuffah mestinya adalah shuffiyun, dengan tasydid pada huruf shad, bukan sufi.
Asal kata sufi yang ketiga, menurut Kang Said diambil dari nama seorang penjaga Ka`bah pada jaman Jahiliyah yang bernama Shuufah, nama asli Shuufah ini adalah Al-Ghauts Bin Mur, diceritakan pada musim panas yang luar biasa, ibunya Al-Ghauts Bin Mur ini melewati Ka`bah dan mendapati anaknya pingsan karena tidak kuat menahan panas. Ibunya lalu berkata: shara ibni shuufah (anakku jadi seperti kain lap).
Dari sisi lughawi, ada kesesuaian jika kata sufi dinisbatkan kepada kata shufah, namun dari sisi maknawi tentu saja akan terjadi persoalan, karena umat Islam tentu tidak akan menerima jika orang atau tokoh sufi seperti misalnya Syekh Abdul Qadir Jailani, Syekh Abu Hasan Asyadzili, Imam Ghazali dan para tokoh sufi lainnya dinisbatkan kepada tokoh atau orang yang hidup pada jaman jahiliyah.
Penisbatan kata sufi yang keempat, sufi berasal dari kata sufia (menggunakan huruf sin) berasal dari bahasa Yunani yang artinya hikmah. Kata sufia ini secara maknawi memang sesuai, karena tasawuf memiliki  hikmah, namun dari sisi lughawi kata sufia tidak cocok, karena kata sufia menggunakan huruf ‘S’ atau sin, bukan shad, selain itu, kata sufia ini ahistoris, karena penerjemahan buku-buku Yunani kuno dilakukan pada masa khalifah Al-Mamun salah seorang khalifah dari bani Abasiyah, sementara tasawuf sudah ada sebelum kekhalifahan Abasiyah.
“Pendapat yang kelima, menurut saya ini yang paling masuk akal” Kata Kang Said
Sufi itu berasal dari suuf yang berarti bulu domba, sebab pada zaman dahulu orang-orang yang ahli beribadah, orang yang zuhud, mengasingkan diri di gua atau padang pasir, orang yang banyak riyadlah, pakaian mereka menggunakan  bulu domba.
Kang Said mengutip pendapatnya Imam Abu Nasr Aththusi yang cenderung kepada pendapat ini, karena orang yang mempunyai keahlian di bidang ilmu tertentu sering dinisbatkan kepada ilmunya, seperti ahli fiqh disebut faqih, ahli tafsir disebut mufassir, ahli syi`ir disebut sya`ir, ahli sastra disebut adib.
“Lha orang sufi ini mau disebut apa? Karena orang sufi ini ya hatinya sabar, ya tawakal, ya ridla, ya mahabbah, ya khusyu’, ya zuhud, ya wara’, ya taubat, terus mau disebut apanya? karena semuanya ada. Maka yang dijadikan nama dari penampilan pakaian lahirnya, yaitu bulu domba kasar, seperrti sahabat atau muridnya Nabi Isa yang memakai baju putih disebut hawariyyin. maka orang sufi disebut sufiyun, seperti fiil madi yang ditambahi dua huruf menjadi khumasi, bunyinya tashawwafa, memakai suf, taqammasha, memakai gamis, tasarwala, memakai celana” pungkasnya. 

Comments

Popular posts from this blog

Tasawuf dan Tarekat di Nusantara