Wakil Rakyat VS Wakil Partai

Wakil rakyat kumpulan orang hebat, Bukan kumpulan teman teman dekat, itulah penggalan lagu yang diciptakan oleh Iwan Fals mengenai harapannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan tentu saja kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) juga. Wakil rakyat adalah sebutan lain untuk Anggota DPR atau DPRD yang dipilih oleh konstituennya, adanya perangkat DPR dan DPRD ini selain untuk membuat aturan-aturan bagi masyarakat juga untuk menjadi “penyambung lidah” masyarakat, artinya keinginan dan harapan masyarakat terhadap negara bisa disalurkan kepada Anggota DPR atau DPRD.
Untuk menjadi wakil rakyat, tentu ada aturannya tersendiri, diantaranya adalah harus melalui lembaga resmi yang bernama partai politik, melalui partai politik ini masyarakat diminta menunjuk orang yang dianggap layak menjadi wakilnya di DPR dan DPRD. Pertanyaan selanjutnya, orang yang disodorkan kepada masyarakat untuk kemudian dipilih tersebut apakah pilihan partai politik atau memang pilihan rakyat? Jawabannya tentu saja relatif, tergantung sudut pandang mana yang akan digunakan. Jika dianggap pilihan partai politik tentu wajar karena yang menentukannya adalah partai politik, lihat saja, seorang Ketua Umum sebuah partai politik berhak merekomendasi atau menolak orang yang hendak menjadi anggota DPR atau DPRD. Jika dianggap pilihan rakyat pun wajar karena biasanya yang akan maju sebagai calon anggota DPR dan DPRD adalah orang-orang yang mempunyai popularitas dan kepercayaan dari masyarakat.
Pertanyaan berikutnya, jika sudah terpilih menjadi anggota DPR atau DPRD apakah mereka mendapat gelar wakil rakyat atau wakil partai? Jawaban dari pertanyaan ini sepertinya lebih mudah dari pada pertanyaan sebelumnya, karena untuk menjawab pertanyaan ini kita hanya cukup melihat dan menilai terhadap kinerja dan perilaku politik dari anggota DPR atau DPRD. Jika para anggota DPR dan DPRD yang terhormat lebih dominan mengayomi dan mengurusi kepentingan konstituennya, tentu saja mereka adalah wakil rakyat, namun sebaliknya, jika mereka lebih dominan mengurusi untuk kepentingan dirinya sendiri dan partai politiknya, tentu saja jabatan wakil rakyatnya yang disandang oleh mereka patut dipertanyakan.
Hal ini patut kita pikirkan bersama dalam melihat wakil kita di DPR dan DPRD, jika perilaku yang dilakukan oleh sebagian besar anggota DPR atau DPRD itu lebih dominan melakukan sesuatu untuk kepentingan masyarakat banyak, maka mereka masih layak menyandang gelar wakil rakyat, namun jika mereka lebih dominan mengurusi kepentingan pribadi dan partai politiknya, tentu paradigma wakil rakyat harus dirubah menjadi wakil partai, sehingga tidak ada DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) atau DPRD (Dewan Perwakilan rakyat Daerah), yang ada adalah DPP (Dewan Perwakilan Partai) dan DPPD (Dewan Perwakilan Partai Daerah).

Comments

Popular posts from this blog

Tasawuf dan Tarekat di Nusantara