“Andai Aku Jadi Presiden.....”

“tolong dong matiin lampunya” pinta Ahmad kepada Asnawi yang sedang mengganti pakainnya.
“iya sebentar ane salin dulu” jawab Asnawi sambil tergesa-gesa
Suasana kobong pun gelap gulita, tidak ada cahaya, yang ada hanya sedikit cahaya tasbih yang melingkar di gantungan lemari, maklum saja, tasbih tersebut adalah tasbih “tempoe doeloe” milik Ahmad yang ia dapatkan dari neneknya.
“Jika besar nanti kalian mau jadi apa?” tanya Ahmad kepada Asnawi, Marwan dan Syukur yang terlihat belum tidur, berbeda dengan Burhan, Jali dan Iqbal yang sudah terlelap, karena ketika tadi mengaji pun mereka tertidur di kelas.
“antum sendiri?” Asnawi balik tanya kepada Ahmad

“kalo ane sih pengennya jadi Presiden....” jawab Ahmad
“Presiden mana?Timor Leste?” tiba-tiba syukur bertanya sambil guyon.
“enak aja...ya Presiden Indonesia lah....” Ahmad meyakinkan teman-temannya
“oh...kenapa kamu pengin jadi Presiden?” Marwan sepertinya penasaran
“karena kalo ane jadi presiden, paling ga, minimal sekali, ane bisa jadi lurah, kan katanya punya cita-cita itu harus tinggi, setinggi langit, terus kalo ga nyampe ke langit ya paling tidak bisa sampai ke awan lah...” tutur Ahmad menerangkan
“oh...jadi intinya pengin jadi lurah nih?” Syukur meledek.
“ya ngga gitu juga kur..ane pengin Indonesia ini maju, terutama dari sisi pendidikannya, ane pengin pesantren itu diperhatikan, apalagi di zaman seperti sekarang ini, zaman globalisasi, budaya-budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan niali-nilai agama mulai merasuk ke dalam diri bangsa Indonesia, terutama anak-anak mudanya, kan kalo ane jadi presiden, ane bisa membuat program untuk pengembangan pesantren, misalnya, membuat pesantren negeri, atau kalo ga, me-negeri-kan pesantren yang udah ada. begitu” Ahmad menjawab pertanyaan Syukur
“coba kalian perhatikan,” Ahmad melanjutkan, “apa kalian pernah mendengar pesantren negeri? pesantren tersebut di kelola langsung oleh pemerintah? kyai dan ustadnya diangkat menjadi PNS? ga ada kan? padahal pesantren merupakan produk dalam negeri lho...”
“Memang sekolah barang impor?”ucap Marwan bertanya-tanya
“ente kalo belajar sejarah suka melamun ya...mikirin si Aisyah?” ledek Ahmad mengingatkan Aisyah, santri puteri yang menjadi “bintang” di kelasnya Marwan.
“ah... ente ini bisa aja” kilah Marwan
“Ya iya lah....dulu kan sekolah itu dibikin sama Belanda, yang boleh menikmati sekolah kan hanya anak-anaknya pejabat dan orang kaya, kalo ente hidup pada masa itu mana mungkin ente bisa masuk sekolah wan...” ucap Ahmad sambil sedikit meledek.
“oh...begitu ya.. terus, terus kalo misalnya ente  jadi presiden, mau apa lagi?”Marwan mencoba menelisik
“setelah membuat pesantren negeri, ane bakal menyuruh menteri agama untuk membuat kurikulum dan jenjangnya, serta membuat semacam peraturan yang membolehkan lulusannya masuk ke perguruan tinggi” tidak mendengar pertanyaan lagi dari teman-temannya, Ahmad pun dengan leluasa melanjutkan impiannya.
“selain itu, jika program ini sukses dijalankan di Indonesia, ane bakal tawarin ke beberapa negara Islam yang ada di dunia, jadi nanti konsepnya pesantren ini diekspor ke luar negeri. begitu”
Ahmad seperti melihat kejanggalan, tidak ada lagi pertanyaan yang diungkapkan teman-temannya, tidak lama kemudian Ahmad mengetahui bahwa mereka sudah tertidur.
“ah...kalian ini, calon presiden berbicara kok tidak dengarkan ya udahlah ane juga udah ngantuk..”
Kobong tersebut akhirnya sepi, tidak ada suara yang terdengar.

Comments

Popular posts from this blog

Tasawuf dan Tarekat di Nusantara