Singa Subang Tertidur Dengan Lelap


Sekilas tentang Subang
Salah satu ikon yang menjadi ciri khas Kabupaten Subang adalah singa, atau lebih tepatnya sisingaan yakni sebuah patung singa yang diatasnya ditunggangi oleh anak kecil dan digotong oleh beberapa orang, biasanya “ritual” sisingaan ini diadakan ketika ada acara hajatan masyarakat atau acara “kenegaraan” di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Subang.

Secara historis tidak dapat diketahui secara lebih detail bagaimana sejarah singa ini bisa dijadikan sebagai ikon Subang, namun menurut salah satu sumber, konon, sisingaan ini merupakan simbol perlawanan masyarakat Subang terhadap penjajahan Bangsa Inggris yang mempunyai simbol kenegaraannya bergambar singa.
Lalu dibuatlah patung Singa dan kemudian sebagai bentuk perlawanannya adalah patung singa tersebut ditunggangi oleh anak kecil yang melambangkan masyarakat Subang, walaupun bisa dikatakan “kecil” karena tidak memiliki peralatan senjata yang lengkap sebagaimana pasukan penjajah, namun masyarakat Subang tetap berani melawan pasukan Inggris. Seperti itulah kira-kira salah satu alasan historis singa menjadi ikon Kabupaten Subang.
Namun jika ditelusuri secara filosofis dan interpretatif, tidak salah jika singa menjadi ikon Subang, karena sebagaimana diketahui bersama bahwa singa adalah salah satu binatang yang menjadi penguasa di hutan belantara karena mempunyai bentuk tubuh unik yang ditakuti oleh binatang yang lainnya. Begitu pun dengan Kabupaten Subang yang memiliki “bentuk tubuh” unik yang jarang sekali dimiliki oleh kabupaten atau kota lainnya yang ada di Indonesia yaitu potensi Sumber Daya Alamnya, karena Subang memiliki kekayaan Sumber Daya Alam yang ada di pegunungan, daratan dan lautan, sehingga dengan bermodalkan hal itu cukup pantas bila ikon Subang adalah singa.
Namun sayangnya, singa tersebut sedang tertidur dengan lelapnya karena keunikan “bentuk tubuh” yang dimiliki oleh Subang tersebut kurang berfungsi secara optimal sehingga dalam pentas nasional (apalagi internasional) pun kurang begitu berperan, hal ini bisa dilihat dari agenda yang bersifat nasional seperti kegiatan Muktamar, Kongres, atau pertemuan-pertemuan tingkat nasional lainnya tidak memilih dan menjadikan Kabupaten Subang sebagai tuan rumah dalam agenda tersebut, sehingga ada kesan bahwa Kabupaten Subang (di)lupa(kan) dari perhitungan nasional. Bukan hanya itu saja, dilihat dari tata ruang kota sepertinya kurang begitu strategis, juga dilihat dari sektor-sektor lainnya seperti pendidikan, ekonomi dan pertanian.
Padahal Kabupaten Subang mempunyai potensi lainnya yang dapat menjadi penunjang dalam “membangunkan singa” yang sedang tertidur ini, yaitu dengan keuntungan geografis yang dimilikinya, karena secara geografis Kabupaten Subang relatif lebih dekat dengan Pusat Pemerintahan, baik pemerintahan Republik Indonesia maupun Pemerintahan Propinsi Jawa Barat, hanya dengan hitungan jam saja dari Subang sudah bisa sampai ke Jakarta apalagi Bandung.
Potensi lainnya adalah potensi sejarah, seperti yang diketahui bersama bahwa dalam catatan sejarah, tempat penyerahan Pemerintahan Indonesia (Hindia Belanda) dari Belanda kepada Jepang adalah di Kecamatan Kalijati Kabupaten Subang. Selain itu, (kususnya bagi masyarakat Jawa Barat) makam Subang Larang (seorang istri dari Prabu Siliwangi) berada di Kecamatan Binong Kabupaten Subang. Mengapa sejarah bisa dijadikan potensi?karena sejarah memiliki nilai absolute simbolik yang memiliki nilai jual tersendiri.
Membangunkan “singa” Subang
“Singa” subang mesti dibangunkan dengan cara mengoptimalkan potensi-potensi tersebut, terutama optimalisasi Sumber Daya Manusianya untuk kemudian mengoptimalkan Sumber Daya Alamnya, bentuk optimalisasinya adalah dengan cara rekrutment “anggota” (sebaiknya dari masyarakat Subang sendiri) yang memiliki Kualitas dan Kapabilitas untuk mengembangkan kualitas dan kapabilitasnya tersebut agar dapat mengaktualisasikannya di kabupaten Subang, seperti yang dilakukan oleh Singapura atau Jerman dalam merekrut Sumber Daya Manusia dengan keinginan mengembangkan dan mengoptimalkan Sumber Daya Manusia tersebut untuk membangun negaranya, sehingga ada istilah naturalisasi.
Kedua menanam investasi Sumber Daya Manusia dengan cara memberikan fasilitas kepada masyarakat Subang untuk mengembangkan kualitasnya terutama dalam bidang pendidikan, seperti yang dilakukan oleh Malaysia pada puluhan tahun silam. Memang butuh waktu dalam melakukan hal ini karena hasilnya akan dipetik puluhan tahun yang akan datang, namun hal ini perlu dilakukan mengingat pendidikan merupakan hal pertama dalam membangun peradaban di dunia sebagaimana yang terjadi pada bangsa Yunani Kuno, Dinasti Umayah dan Abasiyyah, Inggris, Amerika, Perancis, Jepang dan negara maju lainnya.
Atau dengan cara membangun dan mengembangkan Perguruan Tinggi di Kabupaten Subang, karena daerah maju biasanya memiliki Perguruan Tinggi terkemuka seperti Bandung dengan ITB-nya, Bogor dengan IPB-nya, Jakarta dengan UI-nya, atau paling tidak, daerah yang maju biasanya memiliki banyak Perguruan Tinggi, begitupun dalam tingkat internasional, negara yang maju pasti memiliki Perguruan Tinggi yang disegani dan dibanggakan oleh bangsanya, seperti Amerika Serikat dengan Harvard University-nya, Mesir dengan Universitas Al-Ahzar-nya, Perancis dengan College de France-nya, dan lain sebagainya.
Ketiga optimalisasi potensi lokal agar sebisa mungkin terjadi subsidi silang antar warga Subang dalam memenuhi kebutuhannya bahkan bila memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di luar Kabupaten Subang, sebagaimana yang dilakukan oleh India yang memiliki semboyan Swadesi atau seperti Thailand yang selalu mengekspor berasnya ke Indonesia.
Keempat, mesti ada beberapa orang Subang yang mempunyai kapasitas sebagai presure group atau interest group bertingkat nasional yang mempunyai ruh “Singa Subang” atau semangat primodialisme terhadap Subang, karena hal ini akan turut mempengaruhi terhadap kebijakan-kebijakan strategis yang bersifat nasional dalam pembangunan di Kabupaten Subang.
Keempat hal tersebut dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sebagai alternatif dalam “membangunkan singa” subang yang saat ini sedang tertidur dengan lelap. Semoga singa tersebut dapat segera bangun dan mengaungkan suaranya di tingkat nasional bahkan internasional.

Comments

Popular posts from this blog

Tasawuf dan Tarekat di Nusantara