KH Abdurrahman Wahid dan KH Hasyim Muzadi

pergeseran orientasi gerakan yang ada dalam tubuh NU mulai terlihat pasca muktamar NU di Situbondo pada tahun 1984, dalam muktamar tersebut Abdurrahman Wahid atau yang biasa dipanggil Gus Dur terpilih menjadi ketua umum PBNU menggantikan Idham Chalid, Gus Dur adalah cucu dari founding father NU yang dinilai potensial, sehingga Gus Dur bisa dengan mudah masuk dalam jajaran kepengurusan PBNU. Gus Dur dikenal sebagai seorang intelektual yang memiliki dua dimensi keilmuan, yakni timur dan barat, selama memimpin NU Gus Dur mencoba melakukan perubahan, terutama dalam hal pengembangan pemikiran dikalangan kultural NU, pemikiran yang dikembangkan adalah pemikiran modern, fleksibel dan progresif hal ini dilakukan agar NU mampu menyesuaikan diri dengan modernitas. Gus Dur memimpin NU selama tiga periode (dari tahun 1984 – 1999; masing-masing periode lima tahun).

Menjelang ‘detik-detik’ berakhirnya masa kepemimpinan Gus Dur periode ketiga (tahun 1999), Gus Dur terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia menggantikan BJ Habibie dan Gus Dur harus turun dari jabatan ketua umum PBNU dalam muktamar di Lirboyo, Hasyim Muzadi merintis kepemimpinannya dalam NU benar-benar dimulai dari bawah, mulai dari pengurus ranting sampai akhirnya terpilih menjadi ketua umum PBNU. Hasyim dikenal sebagai sosok yang piawai dalam manajemen organisasi, karena Hasyim adalah seorang yang berpengalaman dalam organisasi, selama memimpin NU Hasyim mencoba melakukan perubahan, terutama dalam hal manajemen organisasi dikalangan struktural NU, karena dianggap NU memiliki kekurangan dalam hal administrasi dan manajemen organisasi. Hasyim memimpin NU selama dua periode (dari tahun 1999 – 2009; masing-masing periode lima tahun).

Seperti yang telah diketahui bersama, NU adalah organisasi sosial-keagaman terbesar di Indonesia, karena mempunyai basis massa yang begitu banyak dan ketika ada sebuah massa maka disitu juga akan ada unsur politik, di antaranya adalah perilaku politik. Perilaku politik adalah bagian ‘kaca mata’ ilmu politik yang digunakan untuk melihat dengan lebih menitikberatkan pada sosok individu dari pada lembaga dan salah satu bagian dari perilaku politik adalah kepemimpinan. Selama memimpin NU kedua tokoh ini memiliki beberapa persamaan berikut perbedaan dalam melakukan perilaku politiknya, maka dalam skripsi ini penulis lebih menitikberatkan pada perilaku dari sosok Gus Dur dan Hasyim selama memimpin NU terutama dalam hal kepemimpinan dan interaksi keduanya dengan negara yang terpersonifikasi dalam bentuk pemerintahan.

Comments

Popular posts from this blog

Tasawuf dan Tarekat di Nusantara