Teori Masuknya Islam di Nusantara
1.
Teori Makkah
Teori ini dicetuskan oleh Hamka dalam pidatonya pada
Dies Natalis PTAIN ke-8 di Yogyakarta (1958), sebagai antitesis untuk tidak
mengatakan sebagai koreksi–teori sebelumnya, yakni teori Gujarat. Disini Hamka
menolak pandangan yang mengatakan bahwa Islam masuk ke Nusantara pada abad
ke-13 dan berasal dari Gujarat. Menurutnya Islam masuk Nusantara pada abad
ke-7.
Hamka mendasarkan pandangannya pada peranan bangsa
Arab sebagai pembawa agama Islam di Indonesia, kemudian diikuti oleh orang
Persia dan Gujarat. Gujarat dinyatakan sebagai tempat singgah semata, dan
makkah sebagai pusat, atau Mesir sebagai tempat pengambilan ajaran Islam. Alasan yang dikemukakan adalah
bahwa nusantara pada saat itu sudah mempunyai kontak perdagangan dengan bangsa
Arab, jauh sebelum India dan Cina, yakni pada abad ke 2 SM, sedangkan India dan
China menjalin kontok perdagangan dengan Indonesia baru pad abad ke 1 M
Selain itu, Hamka juga mempunyai argumentasi pada
masalah madzab Syafi’i, sebagai madzab yang istimewa di Makkah dan mempunyai
pengaruh terbesar di Indonesia. Sedingga dapat dikatakan bahwa Islam Nusantara
dibawa langsung oleh orang Mekkah
2. Teori Gujarat
Teori ini merupakan teori tertua yang menjelaskan
tentang masuknya Islam di Nusantara. Dinamakan teori Gujarat, karena bertolak
dari pandangannya yang mengatakan bahwa Islam masuk ke Nusantara berasal dari
Gujarat, pada abad ke-13 M, dan pelakunya adalah pedagang India Muslim. Peletak
dasar teori ini adalah Snouck Hurgronje.
Snouck Hurgronje lebih menitikberatkan pandangannya ke
Gujarat berdasarkan pada: Pertama, kurangnya fakta yang menjelaskan
peranan bangsa Arab dalam penyebaran Islam di Nusantara. Kedua, adanya
kenyataan hubungan dagang India-Indonesia yang telah lama terjalin. Ketiga, inskripsi
tertua tentang Islam yang terdapat di Sumatera memberikan gambaran hubungan
antara Sumatera dan Gujarat.
3. Teori Persia
Pencetus teori ini adalah P.A. Hoesein Djajadiningrat.
Teori ini berpendapat bahwa agama Islam yang masuk ke nusantara berasal dari
Persia, singgah ke Gujarat, sedangkan waktunya sekitar abad ke-13. fokus ajaran
teori ini lebih menitik beratkan tinjauannya kepada kebudayaan yang hidup di
kalangan masyarakat Islam Indonesia yang dirasakan memiliki persamaan dengan
Persia di Antara persamaan kebudayaan yang dimaksud adalah:
Pertama,
Peringatan 10 Muharram atau Asyura sebagai hari peringatan Syi’ah atas
syahidnya Husein. Kedua, adanya kesamaan ajaran antara Syaikh Siti Jenar
dengan ajaran Sufi Iran Al-Hallaj, sekalipun al-Hallaj telah meninggal pada 310
H / 922 M, tetapi ajarannya berkembang terus dalam bentuk puisi, sehingga
memungkinkan Syeikh Siti Jenar yang hidup pada abad ke-16 dapat mempelajarinya.
Ketiga, penggunaan
istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab, untuk tanda-tanda bunyi
harakat dalam pengajian al-Qur’an tingkat awal:
Bahasa Iran
Bahasa Arab
Jabar-zabar
fathah
Jer-ze-er
kasrah
P’es-py’es
dhammah
Huruf Sin yang tidak bergigi berasal dari
Persia, sedangkan Sin bergigi berasal dari Arab.
Keempat, nisan pada makam Malik Saleh (1297) dan makam Malik
Ibrahim (1419) di Gresik di pesan dari Gujarat. Dalam hal ini teori Persia
mempunyai kesamaan muthlak dengan teori Gujarat.
Kelima, pengakuan umat Islam Indonesia terhadap madzab
Syafi’i sebagai madzab utama di daerah Malabar, di sini ada sedikit kesamaan
dengan teori Makkah, Cuma yang membedakannya adalah P.A. Hoesein Djajadiningrat
di satu pihak melihat salah sati budaya Islam Indonesia kemudian dikaitkan
dengan kebudayaan Persia, tetapi dalam memandang madzab Syafi’i terhenti di
Malabar, tidak berlanjut sampai ke Makkah.
Kritikan untuk teori Persia ini di lontarkan oleh
Saifuddin Zuhri. Seorang kyai ini menyatakan sukar untuk menerima pendapat
tentang kedatangan Islam ke Nusantara berasal dari Persia. Alasannya bila kita
berpedoman pada masuknya Islam ke Nusantara pada abad ke-7, hal ini berarti
terjadi pada masa kekuasaan Khalifah Umayyah. Saat itu kepemimpinan Islam di
bidang politik, ekonomi, dan kebudayaan berada di tangan bangsa Arab sedangkan
pusat pergerakan Islam berkisar di Makkah, Madinah, Damaskus, dan Bagdad, jadi
belum mungkin Persia menduduki kepemimpinan dunia Islam.
Comments
Post a Comment