ETNOMETODOLOGI
PENDAHULUAN
Etnometodologi sebagai
sebuah cabang studi sosiologi berurusan dengan pengungkapan realitas dunia
kehidupan (lebenswelt) dari individu atau masyarakat. Sekalipun etnometodologi
oleh beberapa pakar dipandang sebagai sebuah studi pembaharuan dalam sosiologi,
etnometodologi memiliki kesamaan dengan beberapa pendekatan sosiologi sebelumnya
yaitu fenomenologi.
Grafinkel di saat awal
memunculkan atau mengembangkan studi ini sedang mendalami fenomenologi Alfred
Schutz di New School For Social Research.
Terdapat dugaan kuat bahwa fenomenologi Schutz sangat mempengaruhi
etnometodologi Grafinkel.
Ini terbukti dari asumsi sekaligus pendirian dari etnometodologi itu sendiri. Bagi Schutz, dunia sehari-hari merupakan dunia inter subjektif yang dimiliki bersama orang lain dengan siapa kita berinteraksi. Dunia inter subjektif itu sendiri terdiri dari realitas-realitas yang sangat berganda di mana realitas sehari-hari tampil sebagai realitas yang utama. Schutz memberikan perhatian pada dunia sehari-hari yang merupakan common sense.
PEMBAHASAN
A. Istilah Etnometodologi
Etnometodologi menurut Heritage adalah
kumpulan pengetahuan berdasarkan akal sehat dan rangkaian prosedur dan
pertimbangan (metode) yang dengannya masyarakat biasa dapat memahami, mencari
tahu dan bertindak berdasarkan situasi dimana mereka menemukan dirinya sendiri.
Istilah etnometodologi yang berakar pada bahsa Yunani berarti “metode” yang
digunakan orang dalam menyelesaikan masalah kehidupan sehari-hari.
Etnometodologi merupakan suatu teori
dalam sosiologi yang mempelajari sumber-sumber daya umum, prosedur dan praktek
dimana anggota-anggota suatu masyarakat memproduksi dan mengenali objek-objek,
peristiwa-peristiwa dan tindakan-tindakan sosial yang dapat diindera. Kajian
etnometodologi ini muncul sebagai reaksi atas beberapa perspektif sosiologis,
khususnya structural fungsionalisme, yang menganggap bahwa tingkah laku
ditentukan secara kausalitas oleh faktor-faktor struktur sosial.
Etnometodologi diciptakan oleh Harold
Garfinkel di akhir tahun 1940-an tetapi baru menjadi sistematis setelah
diterbitkan karyanya yang berjudul Studies in Ethnomethodology pada
tahun 1967. Garfinkel adalah dosen pada UCLA di West Coast. Akan tetapi baru
dikenal oleh kalangan luas (oleh profesi-profesi lain) pada akhir 1960-an dan
awal 1970-an. Karyanya tersebut
telah menarik minat sosiolog diantaranya Blum, Cicourel, Douglas, McHugh,
Sacks, Schegloff, Sudnow, Wieder, Wilson dan Zimmerman.
Garfinkel melukiskan sasaran perhatian
etnometodologi adalah realitas objektif fakta sosial, fenomena fundamental
sosiologi karena merupakan setiap produk masyarakat setempat yang diciptakan
dan diorganisir secara almiah, terus menerus, prestasi praktis, selalu, hanya,
pasti dan menyeluruh, tanpa henti dan peluang menghindar, menyembunyikan diri,
melampaui atau menunda.
Garfinkel mememunculkan
etnometodologi sebagai bentuk ketidaksutujannya terhadap pendekatan-pendekatan
sosiologi konvensional selalu dilengkapi asumsi, teori, proposisi, dan kategori
yang membuat peneliti tidak bebas didalam memahami kenyataan social menurut
situasi dimana kenyataan sosial tersebut berlangsung. Garfinkel sendiri
mendefenisikan etnometodologi sebagai penyelidikan atas ungkapan-ungkapan
indeksikal dan tindakan-tindakan praktis lainnya sebagai kesatuan penyelesaian
yang sedang dilakukan dari praktek-praktek kehidupan sehari-hari yang terorganisir.
Etnometodologi
Grafinkel ditujukan untuk meneliti aturan interaksi sosial sehari-hari yang
berdasarkan akal sehat. Apa yang dimaksudkan dengan dunia akal sehat adalah
sesuatu yang biasanya diterima begitu saja, asumsi-asumsi yang berada di
baliknya dan arti yang dimengerti bersama. Inti dari etnometologi Granfikel
adalah mengungkapkan dunia akal sehat dari kehidupan sehari-hari.
ada kesamaan antara
metode yang digunakan Garfinkel dengan dengan pemikiran Wittgenstein yang
mengatakan bahwa pemahaman umum terdapat dalam percakapan serta transaksi
sosial sehari-hari. Etnometodologi di satu sisi meneliti biografi dan maksud
yang dikandung oleh aktor-aktor sosial dan di sisi lain menganalisis pemahaman
umum (common-sense). Sebagaimana yang diungkapkan dalam karyanya Studies
in Ethnometodology dia menunjukkan bahwa:
1.
Perbincangan
sehari-hari secara umum memaparkan sesuatu yang lebih memiliki makna daripada
langsung kata-kata itu sendiri.
2.
Perbincangan
tersebut merupakan praduga konteks makna yang umum.
3.
Pemahaman secara
umum yang meyertai atau yang dihasilkan dari perbincangan tersebut mengandung
suatu proses penafsiran terus menerus secara intersubjektif.
4.
Transaksi
dan peristiwa sehari-hari memiliki metodologi, terencana dan rasional,
sehingga dengan peristiwa tersebut seseorang akan memahami ucapan orang lain
melalui pemahaman aturan itu sesuai dengan kaidah-kaidahnya.
Dalam prakteknya,
etnometodogi Grafinkel menekankan pada kekuatan pengamatan atau pendengaran dan
eksperimen melalui simulasi. Pengamatan atau pendengaran digunakan Grafinkel
ketika melakukan penelitian pada sebuah toko. Di sana Grafinkel mengamati
setiap pembeli yang keluar dan masuk di toko tersebut serta mendengar apa yang
dipercakapkan orang-orang tersebut.
Sementata untuk
eksperimen (simulasi), Grafinkel melakukan beberapa latihan pada beberapa
orang. Latihan ini terdiri dari beberapa sifat, yaitu responsif, provokatif dan
subersif. Pada latihan responsif yang ingin diungkap adalah bagaimana seseorang
menanggapi apa yang pernah dialaminya. Pada latihan provokatif yang ingin
diungkap adalah reaksi orang terhadap suatu situasi atau bahasa. Sementara
latihan subersif menekankan pada perubahan status atau peran yang biasa
dimainkan oleh seseorang dalam kehidupan sehari-harinya. Pada latihan subersif,
seseorang diminta untuk bertindak secara berlainan dari apa yang seharusnya
dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Latihan pertama (responsif)
adalah meminta orang-orang tersebut menuliskan apa yang pernah mereka dengar
dari para familinya lalu membuat tanggapannya. Latihan kedua (provokatif)
dilakukan dengan meminta orang-orang bercakap-cakap dengan lawannya dan
memperhatikan setiap reaksi yang diberikan oleh lawan mereka tersebut.
Sementara latihan ketiga (subersif) adalah menyuruh mahasiswanya untuk
tinggal di rumah mereka masing-masing dengan berprilaku sebagai seorang
indekos. Lewat latihan-latihan ini orang menjadi sadar akan kejadian
sehari-hari yang tidak pernah disadarinya. Latihan ini adalah strategi dari
Grafinkel untuk mengungkapkan dunia akan sehat, sebuah dunia yang dihidupi oleh
masing-masing orang tanpa pernah mempertanyakan mengapa hal tersebut harus
terjadi sedemikian.
Pembahasan realitas common
sense Schutz memberi Garfinkel suatu perspektif melaksanakan studi
etnometodologi sekaligus sebagai dasar teoritis bagi riset-riset etnometodologi
lainnya. Pandangan Schutz tentang dunia sehari-hari sebagai dunia
intersubjektif yang dimiliki bersama melalui proses interaksi ini senada dengan
interaksionisme-simbolik yang diperkenalkan Herbert Mead. Sementara pengaruh
Parsons dalam etnometodologi adalah teori aksi/tindakan yang diperkenalkan oleh
Parsons. Dalam teori tindakannya, Parson berpendapat bahwa motivasi yang
mendorong suatu tindakan individu selalu berdasarkan pada aturan atau norma
yang ada dalam masyarakat di mana seorang individu hidup. Motivasi aktor
tersebut menyatu dengan model-model normatif yang ditetapkan dalam sebuah
masyarakat yang ditujukan untuk mempertahankan stabilitas sosial itu sendiri.
Asumsi Parson ini senada dengan pendirian etnometodologi, terutama dari
Garfinkel dan Douglas yang mengatakan bahwa seseorang di dalam menetapkan
sesuatu apakah tindakan/perilaku, bahasa, respon atau reaksi selalu didasarkan
pada apa yang sudah diterima sebagai suatu kebenaran bersama dalam masyarakat (common
sense). Etnometodologi dalam keseluruhan studi sosiologi sendiri sekalipun
dianggap sebagai bentuk kritik terhadap pendekatan-pendekatan sosiologi.
B. Diversifikasi Etnometodologi
1. Studi Setting
Institusional
Maynard dan Clyman melukiskan sejumlah karya variasi
dalam etnometodologi, tetapi hanya ada dua jenis studi etnometodologi yang
menonjol. tipe pertama adalah studi etnometodologi tentang setting
institusional. Studi etnometodologi awal yang dilakukan oleh Garfinkel berlangsung dalam
setting biasa dan tak diinstitusionalkan seperti rumah, kemudian bergeser
ke arah studi kebiasaan sehari-hari dalam setting institusional seperti dalam sidang
pengadilan, klinik, dan kantor polisi.
Studi sosiologi konvensional seperti itu memusatkan
perhatian pada strukturnya, aturan formalnya, dan prosedur resmi untuk
menerangkan apa yang dilakukan orang didalamnya.
menurut pakar etnometodologi, paksaan eksternal tak
memadai untuk menerangkan apa yang sebenarnya terjadi didalam institusi itu.
Orang tidak ditentukan oleh kekuatan eksternal seperti itu, mereka menggunakan
institusi untuk menyelesaikan tugas mereka dan untuk menciptakan institusi
dimana mereka berada didalamnya.
Tujuan studi institusional adalah memahami cara
orang, dalam setting institusional, melaksanakan tugas kantor mereka dan proses
yang terjadi dalam institusi tersebut. Studi ini memusatkan perhatian pada
strukturnya, aturan formal, dan prosedur resmi untuk menerangkan apa yang
dilakukan orang di dalamnya. Dalam hal ini orang menggunakan prosedur yang
berguna bukan hanya untuk kehidupan sehari-hari, tetapi juga untuk menghasilkan
produk institusi.
Misalnya, tingkat angka kriminal disusun oleh kantor
polisi bukan semata-mata karena akibat petugas mengikuti peraturan yang
ditetapkan secara jelas dalam tugas mereka. Petugas lebih memanfaatkan prosedur
berdasarkan akal sehat untuk memutuskan umpamanya apakah korban harus
digolongkan sebagai korban pembunuhan. Jadi, angka kriminal seperti itu
berdasarkan penafsiran pekerjaan dan profesional, dan pemeliharaan catatan
kriminal seperti itu adalah kegiatan yang berguna untuk studi yang sebenarnya.
2. Analisis Percakapan
Jenis
etnometodologi kedua adalah analisis percakapan (conversation analysis).
analisis percakapan bertujuan untuk memahami secara rinci struktur fundamental
interaksi melalui percakapan. Percakapan sebagai unsur dasar dalam
etnometodologi adalah aktivitas interaksi yang menunjukkan aktivitas yang
stabil dan teratur yang merupakan kegiatan yang dapat dianalisis. Sasaran
analisis percakapan adalah terbatas pada apa yang dikatakan dalam percakapan
itu sendiri. Percakapan dipandang sebagai tatanan internal sekuensial.
Lima
dasar dalam menganalisis percakapan menurut Zimmerman:
1.
Pengumpulan dan
analisis data yang sangat rinci tentang percakapan.
2.
Aspek-aspek
kecil percakapan tidak hanya diatur oleh ahli etnometodologis akan tetapi pada
mulanya oleh aktor sendiri.
3.
Interaksi dan
percakapan bersifat stabil dan teratur. Peneliti bersifat otonom, terpisah dari
aktor.
4.
Kerangka
percakapan fundamental adalah organisasi yang teratur.
5.
Rangkaian
interaksi percakapan dikelola atas dasar tempat atau bergiliran.
Secara
metodologis, analisis percakapan berupaya mempelajari percakapan yang terjadi
dalam konteks yang wajar, sering menggunakan audio tape atau video tape. metode
perekaman ini memungkinkan informasi lebih mengalir secara wajar dari kehidupan
sehari-hari ketimbang dipaksakan oleh peneliti.
Asumsi dasar analisis percakapan:
·
Percakapan
adalah landasan dari bentuk-bentuk hubungan antar personal.
·
Merupakan bentuk
interaksi yang paling mudah meresap.
·
Percakapan
terdiri dari matriks prosedur dan praktik komunikasi yang paling terorganisasi.
Asumsi
Etnometodologi memiliki beberapa asumsi
sebagai bidang kajian dari perspektif kajian ini:
1)
Terjadi asas reciprocal
(bolak-balik) dalam rangka menyetarakan pengertian antara peneliti dan
aktor sosial yang terlibat, sehingga dapat dikatakan bahwa kebenaran yang saya
anut adalah kebenaran yang dianut oleh orang lain.
2)
Objektivitas dan
ketidakraguan dari apa yang tampak, misalnya seperti dunia atau lingkungan atau
kenyataan, adalah yang tampak terjadi dan keraguan terhadap kenyataan tersebut
patut untuk diragukan.
3)
Adanya proses
yang sama, dalam arti bilamana hal itu terjadi disuatu tempat dan suatu waktu,
maka hal itu akan dapat terjadi pada tempat dan waktu yang lain.
4)
Pengetahuan umum
yang masuk akal adalah sangat jelas, sebagaimana orang lain juga mengetahui.
5)
Adanya proses indexicality
(daftar istilah). Masyarakat memiliki perbendaharaan pengetahuan local yang
telah diketahui sebelumnya dan dapat mengacu pada indeks lain yang juga telah
ada. Peneliti harus memahami proses tersebut untuk dapat memiliki pengetahuan
yang lebih luas.
6)
Adanya proses reflectivity,
sebagai gambaran tentang arti. Suatu interpretasi terhadap situasi yang
terdapat secara umum sehingga tidak perlu dijelaskan lagi.
7)
Untuk
mendapatkan kebenaran peneliti tidak boleh sampai menyakitkan masyarakat. Untuk
itu, tidak diperbolehkan adanya pemaksaan kepada lawan bicara atau nara sumber
dalam rangka untuk mendapatkan pembuktian yang jelas.
C. Etnometodologi sebagai Metode
Penelitian Kualitatif
Beberapa prasyarat untuk menjadikan
etnometodologi sebagai model penelitian kualitatif:
1) Etnometodologi memusatkan
kajian pada realitas yang memiliki penafsiran praktis. Ia merupakan pendekatan
pada sifat kemanusiaan yang meliputi pemaknaan pada prilaku nyata. Setiap
masyarakat dalam konsep ini memiliki situasi yang bersifat lokal, terorganisir,
memiliki steriotipe dan ideology khusus, termasuk ras, kelas
sosial dan gender. Pendekatan ini akan memihak masyarakat bawah dengan ideology
yang sangat populis.
2) Merupakan strategi yang
dapat dilakukan melalui discourse analysis (analisis wacana). Paradigma
yang dianut adalah semiotic, sehingga metode yang paling tepat adalah
dialog. Sumber data dapat diungkap melalui observasi-partisipasi dengan
pencatatan data yang teratur menggunakan field note. Pengembangan
pertanyaan dilakukan dengan bentuk verbal, sosial interaktif dan dialog.
3) Etnometodologi memiliki
keunggulan dalam mendekati kehidupan empiris, dalam hal ini ada program
penekanan yang diberikan. Melakukan pengambilan data langsung dari lapangan
melalui model interaktif antara peneliti dan aktor.
4) Sosial (observasi
partisipasi).
5) Menitikberatkan pada pemahaman diri dan pengalaman hidup
sehari-hari. Pengambilan data
dengan in-depth interview, akan menggali semua masalah kehidupan
sehari-hari dalam bentuk wacana percakapan terbuka. Setiap wacana percakapam
dianalisis, dikembangkan sesuai dengan konteks kehidupan sehari-hari di
kalangan masyarakat lokal.
Dalam khasanah penelitian ilmu-ilmu
sosial, kita menemukan berbagai ragam pendekatan. Pertama-tama hal disebabkan
oleh objek penelitian ilmu sosial yaitu masyarakat adalah sebuah fakta yang
sangat kompleks. Alasan lainnya adalah munculnya ketidakpuasan dari seseorang
atau beberapa pakar yang merasa tidak puas dengan pendekatan tertentu.
Ketidakpuasan ini lalu memicu mereka untuk menemukan model pendekatan baru yang
dianggap paling baik.
Kita mengenal dua metode penelitian yang
pokok dalam ilmu-ilmu sosial yaitu pendekatan kuantitatif dan kualitatif.
Secara epistemologis, kuantitatif adalah turunan dari positivisme. Positivisme
merupakan sebuah paham dalam ilmu pengetahuan dan filsafat yang berasumsi bahwa
pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang didasarkan pada fakta-fakta
positif yang diperoleh melalui proses penginderaan. Metode Kuantitatif sangat
menekankan pada objektivisme dan penggunaannya menggunakan alat bantu
statistik. Penelitian kuntitatif yang paling termasyur dalam sosiologi berasal
dari Emile Durkheim. Sementara metode kualitatif secara epistemologis adalah
turunan dari rasionalisme. Metode kualitatif menekankan pada subjektivisme.
Dalam sosiologi, Webberlah yang dianggap sebagai peletak dasar metode
kualitatif ini.
Metode kualitaf ini memiliki beberapa
varian berdasarkan landasan teoritiknya, yaitu fenomenologi, interaksionisme,
etnometodologi, dan etnografi. Keempat varian ini memiliki sebuah kesamaan
dasar yaitu memberikan tekanan pada pengalaman individu atau subjek dalam
menjalani dunia keseharian mereka.
Maleong membatasi penelitian penelitian
kualitatif sebagai penelitian seperti perilaku, persepsi, motivasi, tindakan ,
dan lain-lain secara holistic dan dengan cara deskripsi dalam bentuk
kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah akal sehat, dan
dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.
Definisi Maleong ini tegas menghantar
kita untuk melihat hubungan antara penelitian kualitatif dan etnometodologi.
Etnometodologi sebagai studi tentang praktek sosial keseharian yang diterima
secara taken for granted, sebagai pengungkapan terhadap dunia akal
sehat, dunia yang digeluti individu dalam kesehariannya jelas memiliki hubungan
yang erat sekalipun dengan metode penelitian kualitatif itu sendiri. Dalam
kerangka penelitian kualitatif, etnometodologi diposisikan sebagai sebuah landasan
teoritis dalam metode tersebut. Etnometodologi sebagai sebuah studi pada dunia
subjektif, tentang kesadaran, persepsi, dan tindakan individu dalam
interaksinya dengan dunia sosial yang ditempatinya dengan pokok penelitian
kualitatif yang juga pada dunia subjektif dengan setting sosial yang
dilibatinya.
D. Kritik terhadap Sosiologi
Tradisional
Pakar etnometodolgi mengkritik sosiologi
tradisional karena selalu menekankan perhatian pada dunia sosial. Mereka yakin,
sosiologi belum cukup perhatian atau belum cukup menghargai fenomena kehidupan
sehari-hari yang seharusnya menjadi sumber pokok pengetahuan sosiologi. Lebih
ekstrem lagi, sosiologi telah menghilangkan aspek kehidupan sosial yang sangat
esensial (etnometodologi) dan memusatkan perhatian pada dunia konsepsi yang
menyembunyikan praktek kehidupan sehari-hari, karena keasikan pandangan mereka
sendiri tentang kehidupan sosial, para sosiolog cenderung tak memahami realitas
sosial dengan yang mereka kaji. seperti yang dikatakan Menhan dan Wood, “dalam
upaya berperan sebagai ilmu sosial, sosiologi justru menjadi terasing dari
kehidupan sosial”.
Hasil studi R.W. Mackay tentang
sosialisasi anak-anak juga lebih bermanfaat sebagai kritik atas kekacauan topik
dan sumber studi sosiologi tradisional. Mackay membandingkan pendekatan
“normatif” sosiologi tradisional dengan pendekatan interpretatif
etnometodologi. Pendekatan normatif menyatakan bahwa sosialisasi adalah
semata-mata sederetan tahap dimana orang dewasa yang “sempurna” mengajarkan
cara-cara hidup bermasyarakat kepada anak-anak yang “belum sempurna”. Mackay
memandang ini sebagai “tafsiran” yang mengabaikan realitas bahwa sosialisasi
sebenarnya menyangkut interaksi antara anak-anak dan orang dewasa. Anak-anak
tidaklah pasif, seperti wadah kosong. Anak-anak adalah partisipan yang aktif
dalam proses sosialisasi karena mereka mempunyai kemampuan untuk menalar,
menemukan, dan mempelajari pengetahuan. Mackay yakin orientasai etnometodologi
memperbaiki interaksi antara orang dewasa dan anak-anak berdasarkan kecakapan
menafsirkan fenomena yang distudi.
E. Ketegangan dan Tekanan dalam
Etnometodologi
Selagi etnometodologi membuat langkah
sehat dalam sosiologi terutama di bidang analisis percakapan, dan mampu
menghimpun pengetahaun tentang dunia kehidupan sehari-hari, ada beberapa
masalah yang patut diperhatikan.
1) Etnometodologi kini jauh
lebih diterima dibanding lalu, namun oleh kebanyakan sosiolog, etnometodologi
masih dipandang dengan penuh kecurigaan. Para sosiolog memandang etnometodologi
terlalu memusatkan perhatian pada masalah sepele dan mengabaikan masalah yang
sangat penting yang dihadapi masyarakat kini. Jawaban pakar etnometodologi
adalah bahwa mereka menganalisis masalah penting karena masalah kehidupan
sehari-hari itulah yang terpenting untuk dikaji.
2) Ada orang yang yakin
bahwa etnometodologi telah melupakan akar fenomenologisnya dan mengurangi
perhatiannya terhadap kesadaran dan proses kognitif. Pakar etnometodologi
terutama pakar analisis percakapan lebih memusatkan perhatian pada “ciri struktur
percakapan itu sendiri”
3) Beberapa pakar
etnometodologi telah memikirkan kaitan antara karya mereka (misalnya
percakapan) dan struktur sosial lebih luas. Pakar etnometodologi cenderung
memandang diri mereka menjembatani pemisahan analisis mikro-makro. Misalnya
beberapa tahun yang lalu Zimmerman melihat perkawinan silang dengan sosiologi
makro sebagai sebuah “pertanyaan terbuka” dan sebagai peluang yang menarik
perhatian.
4) Dari lapangan Pollner
mengkritik etnometodologi karena kehilangan refleksivitas radikal aslinya.
Refleksivitas radikal mengarah pada pandangan bahwa semua aktivitas sosial
adalah prestasi, termasuk aktivitas pakar etnometodologi. Seperti dinyatakan
Pollner, etnometodologi berada di pinggiran sosiologi.
5) Meski dibahas di bawah
judul yang sama, muncul kekhawatiran dalam hubungan antara etnomotodologi dan
analisis percakapan.
KESIMPULAN
Etnometodologi merupakan salah satu
metode yang dipakai orang dalam menyelesaikan masalah kehidupan sehari-haari.
Dalam praktiknya,etnometodologi menekankan pada kekuatan etnometodologi, dan
pengamatan atau pendengaran dan eksperimen melalui simulasi. Grafinkel
melakukan beberapa latihan pada beberapa orang. Latihan ini terdiri dari
beberapa sifat, yaitu responsif, provokatif dan subersif.
Keunggulan etnometodologi adalah bahwa
pendekatan studi ini secara radikal membiarkan setiap situasi berbicara tentang
dirinya tanpa melakukan intervensi perspektif (ilmiah) seorang peneliti ke
dalamnya. Etnometodologi membebaskan setiap situasi untuk mendefenisikan
dirinya sendiri. Seorang etnometolog didalam menghadapi realitas hanya bisa
melihat dan mendengar lalu melukiskan apa yang terjadi.
Nasional, 1992.
George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori
Sosiologi Modern, Cet.IV, Jakarta, Kencana, 2011
hallo, kak salam kenal. kutipan kerennnnnn!! aku mau tanya kalo mau dapetin buku ini dimana ya selain gramed? slnya disana udh abis ._. makasih banyak kak :)
ReplyDeleteMaaf baru kebaca komennya.
DeleteSaya ga punya bukunya mbak, itu dari perpus uin jkt. Terima kasih