Kyai Totoh Dari Tanah Pasundan
Ulama Pasundan yang cukup terkenal di daerah Jawa Barat
adalah Ajengan Totoh, Ajengan yang bernama Totoh ini ternyata ada tiga
orang dan leluhurnya pun berasal dari daerah yang sama; Limbangan, Garut
dan jika nasab ketiga ajengan ini dirunut ternyata ketiganya masih
bersaudara.
"Ketiga Totoh
itu adalah Ajengan Totoh Abdul Fatah, Ajengan Totoh Ghozali dan Ajengan
Totoh Muhyidin, semuanya 'jago ngaji', dan kebetulan ketiga ulama ini
masih ada ikatan keluarga dengan saya dan semuanya itu paman saya"Terang
KH R Amin Muhyidin, Rais PCNU Kabupaten Garut di kediamannya di
Pesantren Assa'adah Limbangan, Garut. Jum'at (22/9)
Ajengan
Totoh Pertama, lanjutnya, adalah KH Totoh Abdul Fatah, ia berjodoh dan
menikah dengan puteri pengasuh Pesantren Al-Jawami Cileunyi, karir
Ajengan Totoh yang satu ini cukup cemerlang karena selain sebagai
mubaligh juga pernah tercatat sebagai Anggota DPR RI, Kepala Kemenag,
pernah mengemban tugas sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa
Barat dan beberapa jabatan strategis lainnya.
"Secara
struktural, Ajengan Totoh Abdul Fatah ini tidak masuk jajaran pengurus
NU, beliau Ahlussunah wal jamaah tapi belum Annahdliyah karena beliau
PUI mengikuti guru yang juga mertuanya"tambah Pengasuh Pesantren
Assa'adah ini
Kyai yang
biasa dipanggil Ajengan Mimin ini melanjutkan, Ajengan Totoh yang kedua
adalah KH Totoh Ghozali, seorang dai kondang yang terkenal dengan dakwah
bahasa sundanya yang lembut, tidak tendensius dan menyentuh serta
terdokumentasikan dengan rapi melalui rekaman kaset pita sampai puluhan
edisi, jamaahnya pun cukup banyak bahkan sampai hari ini setiap bulan
selalu ada rombongan yang datang berziarah ke makamnya yang ada di area
pemakaman khusus keluarga di Kampung Pesentren Cikelepu daerah Limbangan
Garut.
"Tidak akan ada
lagi mubalig yang bisa berdakwah dengan bahasa Sunda seperti halnya KH
Totoh Ghozali, kalaupun misalnya ada mubaligh yang mencoba meniru gaya
dan metodenya pasti tidak akan bisa menyerupai dakwahnya beliau"imbuhnya
Diceritakan
Kyai Mimin, suatu hari Ajengan Totoh Ghozali yang juga pamannya itu
meminta kepadanya untuk mewakili undangan ceramah karena jadwalnya yang
begitu padat, namun Kyai Mimin merasa minder karena tidak bisa ceramah
dengan gaya ceramahnya KH Totoh Ghozali.
"Saat
itu beliau bilang; sabajuna, sabajuna. Artinya dalam berdakwah itu
sesuai dengan cara dan karakter sendiri, tidak usah meniru gaya ceramah
orang lain karena walau bagaimana pun juga tidak akan bisa
sama"tandasnya
Ditambahkan
Kyai Mimin, Gus Dur pun mengenal sosok KH Totoh Ghozali, guyonan yang
sempat dilontarkan Gus Dur kepadanya adalah sebutan Kyai Angkot yang
bisa "maju dan berhenti" dimana saja dan "penumpangnya" bisa siapa saja,
karena memang KH Totoh Ghozali tidak berafiliasi dengan ormas Islam
mana pun, termasuk NU.
"KH
Totoh Ghozali itu Ahlussunah wal jamaah, namun belum Annahdliyah karena
dalam berdakwah tidak membawa bendera NU, mungkin pertimbangannya agar
kavling dakwahnya bisa luas"katanya
Ajengan
Totoh yang ketiga, lanjut Kyai Mimin, KH Totoh Muhyidin. Dari ketiga
Ajengan Totoh ini, KH Totoh Muhyidin lah yang paling menonjol
ke-NU-annya, walaupun ia tidak masuk dalam jajaran pengurus NU tapi KH
Totoh Muhyidin cukup aktif dan tegas dalam memperkokoh ajaran dan
amaliah NU terutama dalam bidang hadits karena Ajengan Totoh yang satu
ini merupakan ulama ahli hadits yang menguasai ilmu hadits dan juga
hapal ribuan hadits shohih.
Selain
itu, tambahnya, KH Totoh Muhyidin juga punya pesantren di kampung
Sukaraja Kecamatan Karang pawitan Garut yang mempunyai kurikulum dan
kultur seperti di pesantren-pesantren NU pada umumnya dan saat ini
Ajengan Deden Abdul Hakim yang merupakan salah seorang anaknya KH Totoh
Muhyidin masuk dalam jajaran struktural PCNU Kabupaten Garut.
"Ajengan Totoh Muhyidin bisa dikatakan sebagai Singa Aswaja dalam bidang hadits"tandasnya
Comments
Post a Comment