PARTAI KEBANGKITAN BANGSA (PKB)
·
Sejarah Kelahiran
Ketika
rezim orde baru runtuh dengan turunnya Presiden Soeharto pada 21 Mei Mei 1998
dan terganti dengan zaman reformasi yang identik sekali dengan kebebasan dalam ekspresi
politik maka seakan-akan terjadi euphoria politik atau lebih spesifiknya
euphoria partai politik, banyak sekali kalangan yang mendirikan partai politik
tak terkecuali warga Nahdlatul Ulama (NU).
Setelah Soeharto turun dari kursi
kepresidenan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama mulai kebanjiran gagasan dari
warganya di seluruh pelosok nusantara, usulan yang masuk ke PBNU tersebut
variatif. Ada yang mengusulkan agar PBNU membentuk partai politik, ada pula
yang mengusulkan agar NU menjadi partai politik dan dari usulan-usulan tersebut
tercatat sebanyak 39 nama parpol yang disusulkan, nama yang terbanyak diusulkan
adalah Partai Nahdlatul ummah, Kebangkitan Ummat dan Kebangkitan Bangsa.
Melihat warga NU yang begitu antusias
tersebut, maka PBNU membentuk Tim sebagai respon dari usulan-usulan yang
disampaikan dengan sikap penuh ihtiyath karena tidak akan mencederai
hasil muktamar ke-27 di Situbondo pada tahun 1984 dan setelah melalui proses
panjang, maka pada tanggal 23 Juli 1998 disepakatilah didirikan partai “warga
NU” yang diberi nama Partai Kebangkitan Bangsa.
·
Basis Massa
Secara
hitungan matematis, PKB akan mendulang suara cukup signifikan, karena PKB
adalah “Partai resmi NU” secara otomatis yang menjadi basis massanya tentu saja
warga NU yang diprediksikan mencapai empat puluh jutaan jiwa walaupun angka
tersebut tidak mungkin diraup semuanya karena memang warga NU telah berdiaspora
di partai-partai lain. Walaupun partai ini didominasi oleh warga NU, tetapi
tidak menutup kemungkinan untuk meraih suara dari “non-NU” bahkan non-Muslim
sekalipun yang mempunyai sikap inklusif dan yang sefaham dengan PKB, karena
memang PKB berideologikan nasionalisme-pluralisme.
·
Pola Hubungan
PKB
adalah partai yang dilahirkan oleh NU, maka secara eksplisit tentu saja ada
sebuah pola hubungan diantara keduanya, dan pola hubungan tersebut bersifat
historis, kultural dan aspiratif. Hubungan historis yang dimaksud adalah PKB
tidak akan melupakan “ibunya” karena memang PKB lahir dari NU, hubungan
kultural berarti PKB menyadari bahwa partai ini lahir dari lingkungan dan
kebudayaan dan keagamaan yang khas, yakni lingkungan kebudayaan yang dibentuk
oleh nilai-nilai Islam ahlussunah waljamaah. Dan hubungan aspiratif
berarti PKB memahami sepenuhnya bahwa NU sebagai sebuah jam’iyah,
memiliki landasan, pandangan dan sikap politik;bahwa setiap warga jam’iyah NU
yang menjadi anggota dan aktifis partai harus turut memperjuangkan landasan,
pandangan dan sikap politik tersebut dalam keseluruhan gerak dan langkah
partai.
- Konflik
Dalam
perjalanannya, PKB sering sekali terlibat konflik internal, terlepas dari
berbagai macam alasan spekulatif, yang terlihat adalah di tubuh PKB sering
terjadi pertikaian, Saling klaim, saling gugat, dan saling menyudutkan, pada
saat ini ada dua kubu yang
mengatasnamakan diri sebagai pengurus yang sah. Pertama adalah kubu Abdurrahman
Wahid atau biasa disapa Gus Dur dengan para punggawanya seperti Ketua Dewan
Tanfidz Ali Masykur Musa, Sekjen Yenny Wahid, Moeslim Abdurahman, Sigit Haryo
Wibisono, Effendy Choirie, dan Arifin Junaidi, kubu ini mengadakan Muktamar
Luar Biasa (MLB) pada 30 April sampai 1 Mei, di Parung Bogor, Jawa Barat. Dalam
MLB tersebut, Muhaimin Iskandar dipecat dari jabatannya dari Ketua Dewan
Tanfidz dan digantikan oleh Ali Masykur Musa. Melihat realita tersebut kubu
Muhaimin Iskandar juga mengadakan MLB tandingan di Hotel Mercure Ancol 2-4 Mei
lalu, Pihak Muhaimin menyatakan bahwa MLB-nya dihadari oleh 31 DPW dan 427 DPC
yang sah. Beberapa kader terbaik PKB-pun yang selama ini dikenal setia kepada
Gus Dur, berbelok mendukung Muhaimin, seperti Menteri Negara Pembangunan Daerah
Tertinggal Lukman Edy, Menteri Tenaga Kerja Erman Suparno selain itu juga
sejumlah kader di legislatif secara terang-terangan menyatakan diri berada
dalam gerbong PKB Cak Imin. Mereka antara lain Nursyahbani Katjasungkana, Ida
Fauziah, dan Marwan Jafar.
Kisruh
di rumah tangga PKB ini adalah bukanlah yang pertama kalinya berdasarkan
realita sejarah setiap konflik yang terjadi adalah selalu saja berhadapan
dengan Gus Dur dan juga selalu saja yang menjadi pemenangnya adalah Gus Dur.
Sebelumnya, pada Juli 2001, Ketua Umum DPP PKB yang pertama Matori Abdul Djalil
dipaksa hengkang dari kursi jabatannya, karena Matori membawa PKB mengikuti
Sidang Istimewa MPR 1999 yang akhirnya terjadi impuchment pada Gus Dur
dan sebagai pengganti Matori, Gus Dur menunjuk Alwi Shihab sebagai ketua Dewan
Tanfidz. Namun, Matori yang tidak dapat menerima pemberhentian dirinya tersebut
lalu menggugat Gus Dur dan Alwi Shihab ke pengadilan. Dia juga membentuk kubu
baru di PKB yang dikenal dengan nama kubu Batutulis. Kubu Gus Dur dan Alwi
sendiri dinamakan PKB Kuningan. Namun, dalam proses pengadilan Matori yang
ketika itu menjabat Wakil Ketua MPR kalah. Matori bukan saja diberhentikan
sebagai Ketua Dewan Tanfidz, tetapi juga keanggotaanya dicabut.
Konflik selanjutnya adalah pada
Oktober 2004, giliran Alwi Shihab dan Saifulah Yusuf (Gus Ipul) yang dicopot
dari jabatan ketua umum. Namun, Alwi dan Saifulah menolak mundur. Mereka berpendapat
hanya forum muktamar yang dapat memberhentikan ketua partai. Alwi dan Gus Ipul
mengklaim dirinya sebagai pengurus PKB yang sah, dan menggelar muktamar di
Surabaya. Sementara itu, Gus Dur bersikukuh dalam pemberhentian Alwi dan
Saifulah. Kubu Gus Dur juga menggelar muktamar di Semarang. Hasilnya, Muhaimin
Iskandar terpilih sebagai Ketua Dewan Tanfidz menggantikan Alwi Shihab dan
Lukman Edy menjadi Sekjen menggantikan Saifullah Yusuf. Sementara itu, muktamar
Surabaya memilih Alwi Shihab dan Choirul Anam sebagai Ketua Umum dan Sekjen
Dewan Tanfidz. Perseteruan Gus Dur dengan Alwi tersebut berlanjut ke
pengadilan. Hasilnya, Gus Dur menang dalam persidangan dan kubu Alwi,
Saifullah, dan Choirul Anam dilarang menggunakan atribut-atribut PKB. Dengan alasan
tersebut akhirnya, kubu Alwi membentuk Partai Kebangkitan Nasional Ulama
(PKNU).
Prospek
Walaupun
tergolong masih muda, bisa disebut PKB adalah partai politik di Indonesia yang
cukup fenomenal, karena setiap menjelang Pemilu nama PKB selalu mencuat di
media massa yang memberitakan tentang pertikaian internalnya, dari pertikaian
tersebut memiliki dampak negatif berikut positifnya, adapun dampak negatifnya adalah
jelas bahwa dari pertikaian ini akan terjadi disintegrasi dalam tubuh partai
dan akan muncul orang yang dikecewakan, dan dari sini akan membentuk kelompok
simpatisan yang siap mendukung, bagaikan bola salju yang menggelinding, seperti
misalnya terjadi pada Matori Abdul Jalil dan Alwi Shihab yang membentuk partai
sendiri. Dan dampak positifnya adalah nama PKB menjadi terkenal sehingga
diharapkan pada pemilu dapat mendulang suara yang signifikan dan ini bisa
dikatakan sebagai bentuk kampanye terselubung, karena media massa turut
membantu dalam menggemakan nama PKB kepada telinga masyarakat, terbukti pada
pemilu legislatif 2004 kemarin PKB mendapat 52 kursi di parlemen padahal pada
pemilu sebelumnya hanya meraih 50 kursi saja.
Pada pemilu 2009 mendatang kemungkinan
besar akan terjadi penurunan kursi di badan legislatif, karena di sisi
internalnya sendiri PKB harus disibukkan dengan pembenahan dari konflik yang
terjadi berbeda dengan partai lainnya yang sudah mulai mempersiapkan dalam
pesta demokrasi tersebut, dan dari aspek eksternalnya PKB harus berkompetisi dengan sempalannya, PKNU yang
kemungkinan besar orang-orang yang dikecewakan akan ikut di barisan PKNU.
Terlepas dari itu semua, banyak kalangan
yang menyayangkan dari konflik tersebut dengan dalih bahwa ketika Bangsa dan
Negara Indonesia dirundung krisis multidimensi PKB malah menyibukkan diri
dengan pertikaian yang menguras pikiran dan tenaga.
REFERENSI
- Musa Khazim dan Alfian Hamzah (ed.), Lima Partai Dalam Timbangan, Pustaka Hidayah, 1999, cet. I
- www.pkb.org
- Kompas, Selasa, 29 April 2008
- Sinar Harapan, Selasa, 06 Mei 2008
Comments
Post a Comment