Kereta Subang berjalan tanpa Lokomotif
Sejak Mang Eep (panggilan akrab
untuk Eep Hidayat) tersandung dengan perkara korupsi Upah Pungut Pajak Bumi dan
Bangunan, (mantan) bupati Subang ini nyaris jarang “nongkrong” di pemda
Kabupaten Subang, tempatnya bekerja, “tahta kepemimpinan” pun diserahkan kepada
sang wakil, Ojang Sohandi, orang yang menjadi “pemimpin kelas dua” di Kabupaten
Subang dari tahun 2008 sampai sekarang.
Penyerahan “tahta kepemimpinan” ini pun kemudian menjadi kontroversi di kalangan elit politik, sebagian menginginkan agar Ojang Sohandi segera di-resmi-kan saja menjadi Bupati, karena maklum saja, sejak mang Eep dinonaktifkan dari jabatannya sebagai bupati Subang, mang Ojang hanya diberi amanat menjadi Pelaksana Tugas (Plt.) saja, alasannya adalah Subang mesti mempunyai perangkat pemerintahan yang lengkap agar bisa bekerja dengan maksimal dan tentunya dapat menjalankan amanat yang ada dalam konstitusi, selanjutnya dari sisi epistemologi politik, ada seorang ilmuwan politik yang mengatakan bahwa: lebih baik 60 tahun berada dalam pemimpin/pemerintah yang dzalim dari pada satu malam tanpa pemimpin/pemerintah, buktinya, setelah Rasulullah Saw. wafat, bukan urusan pemakaman beliau yang didahulukan, melainkan urusan suksesi yang utamakan oleh para sahabat di Tsaqifah Bani Sa`idah. Di Subang sudah berpuluh-puluh malam bahkan mungkin beratus-ratus malam tanpa ada seorang pemimpin.
Selanjutnya, sebagian masyarakat lagi
menginginkan agar mang Ojang sabar menunggu keputusan hukum secara pasti,
karena kabarnya mang Eep akan segera mengajukan Peninjauan Kembali atas perkara
yang belum lama ini telah diputuskan oleh Mahkamah Agung. Barang kali dalam
peninjauan kembali nanti mang Eep dinyatakan tidak bersalah, sehingga beliau
dapat melanjutkan tugasnya sebagai Bupati. Selain itu, dari sudut pandang etika
politik sebaiknya mang Ojang menghargai atau turut berduka atas musibah yang
menimpa mang Eep dengan tidak terburu-buru menjadi Bupati Subang yang “resmi”,
jika mang Ojang segera dilantik ada kesan bahwa mang Ojang melangkahi atau
seolah tidak ikut berduka atas musibah yang sedang dirasakan oleh mang Eep.
Namun apapun dalilnya dan
terlepas dari tarik ulur kepentingan politik serta terlepas dari siapa yang
diuntungkan dan siapa dirugikan atas fenomena ini yang jelas adalah, realita pada
saat ini Kabupaten Subang tidak memiliki seorang pemimpin, mungkin bisa
diibaratkan bagaikan sebuah Kereta tanpa Lokomotif, yang ada hanyalah
gerbong-gebongnya saja entah mau berjalan kemana gerbong tersebut. Mungkin,
kepastian yang paling pasti adalah Lokomotif tersebut akan dipasang pada saat
nanti, pasca pilkada Subang tahun 2013.
Comments
Post a Comment