BELAJAR DARI ALAM Oleh : M. Ais Luthfi Karim
Belajar dari alam dapat diartikan secara sederhana
adalah menjadikan alam sebagai sumber, media dan sarana belajar untuk memetik
ilmu pengetahuan. Alam adalah ruang
memiliki karakteristik geografis yang luas, kaya dan variatif. Sekolah yang
berada di daerah pantai, pertanian dan hutan tentu memiliki keberagaman dalam
belajar dari alam.
Dalam metode belajar konvensional, ruang kelas
merupakan tempat yang sering dan biasa digunakan untuk melakukan proses
belajar-mengajar. Hal tersebut memang tidak salah, tetapi sedikit melupakan
”kelas’ yang memiliki nilai lebih, yakni alam.
Jika kita mengamati dan menalaah alam semesta
dengan segenap potensi akal kita, maka kita akan menemukan bahwa alam ini tak
ubahnya seperti rumah yang dibangun dengan segala perlengkapannya, langit
ditinggikan bagaikan atap dan bumi dihamparkan seperti lantai, bintang-bintang
tergantung indah bagaikan lampu-lampu, galaksi-galaksi terhimpun laksana hiasan
langit-langit yang indah dan segala sesuatu dengan segala potensi yang
bermanfaat untuk seluruh makhluk. Segala kebutuhan telah tersedia seperti
segala jenis tumbuhan dan berbagai macam hewan untuk dimakan, seperti perkataan
seorang bijak, sungguh tak ada artinya rasa damai, tenang, dan istirahat
yang kamu dapatkan dari keindahan rumahmu dibandingkan dengan keindahan langit
dan segala isinya. Perhatikanlah warna langit yang diciptakan dengan warna
yang begitu indah, cocok untuk dan menguatkan pandangan manusia. Apalagi pada
waktu malam hari, langit sering dihiasi oleh kerlip bintang-bintang dan temaram
cahaya bulan. Banyak pula pepohonan dan alam lain yang siap memberikan
pelajaran kepada kita.
Dalam mamandang langit, ada yang mengatakan
terdapat 10 macam manfaat, yaitu pertama, mengurangi kesumpekan
(kesulitan). Kedua, meredakan godaan. Ketiga, menghilangkan rasa
takut, keempat, mengingatkan kepada Sang Khaliq. Kelima, menebarkan
pengagungan kepada Sang Pencipta. Keenam, melenyapkan pikiran-pikiran
kotor. Ketujuh, mengobati penyakit murung. Kedelapan, menghibur
orang yang sedang merindu. Kesembilan, dapat menyenangkan para
kekasih dan terakhir langit merupakan kiblat bagi orang-orang yang
berdoa.
Manusia sebagai makhluk sosial (zoon
politicon), tidak bisa lepas dari partner hidup yang telah dan akan
terus menemaninya, yaitu alam semesta. Alam semesta merupakan cermin manusia,
artinya dengan adanya alam semesta ini manusia bisa tahu dan sadar bahwa
dirinya adalah manusia. Manusia dan alam bagaikan sepasang pecinta. Mereka
saling melengkapi satu sama lain. Tidak akan terjalin sebuah cinta sejati tanpa
hadirnya kebersamaan dan kepercayaan di antara mereka. Manusia tidak bisa
berkembang tanpa adanya alam. Begitupun dengan alam, ia tidak akan indah tanpa
belas kasih sayang dari manusia. Alam bisa diibaratkan juga sebagai sahabat
sejati yang bisa menjadi tempat ‘curhat’ orang-orang yang sakit hati atau
tempat berrtafakur orang-orang sufi. Alam pun bisa menjadi musuh, jika manusia
memusuhi dan menyakitinya.
Alam sebagai subjek
Seringkali
alam hanya dijadikan sebagai objek dan yang menjadi subjeknya adalah manusia.
Hubungan ini bisa dikatakan sebagai hubungan subjek-objek. Melihat kenyataan
ini, sejenak kita melirik pendapat salah seorang filsuf kontemporer dari
Perancis, Pierre Teilhard de Chardin (1881-1955) yang menyatakan bahwa di dalam
materi (alam raya) ini terdapat 2 (dua) unsur yang melekat di dalam dirinya.
Unsur pertama adalah le dehors (segi luar). Unsur ini bersifat
fisis-kimiawi dan bisa dijangkau oleh panca indra manusia. Unsur kedua
adalah le dedans (segi dalam),
yaitu aspek hidup sadar pada materi
tersebut. Oleh sebab itu, alam adalah subjek dan manusia pun sebagai subjek
pula. Setelah memposisikan alam sebagai subjek, maka hubungan yang terjadi
adalah hubungan intersubjektif dan bukan subjek-objek lagi.
Alam sebagai subjek selalu setia memberikan aneka
pesan dan informasi yang berharga kepada subjek yang lain yaitu manusia. Namun,
manusia memiliki keterbatasan, yang
berdampak pada tersumbatnya manusia dalam menangkap pesan dan informasi yang
disampaikan oleh alam. Ketersumbatan komunikasi ini mengakibatkan alam murka, seperti
terjadinya banjir besar yang berulang-ulang. Kejadian Ini menandakan manusia
tidak memahami kehendak alam. Manusia memanfaatkan alam dengan cara-cara yang
ilegal, dengan cara menggunduli pohon-pohon nan indah dan melakukan penebangan
liar. Akibatnya adalah alam menjadi murka dengan munculnya aneka bencana di
mana-mana,. Bahkan akhir-akhir ini dunia digegerkan dengan temuan pemanasan
global yang siap menghancurkan planet bumi dalam beberapa tahun ke depan. Semua
ini akibat ulah tangan manusia yang membuat alam murka. Padahal alam diciptakan
untuk dicintai, karena dengan mencintai alam itu sebagai tanda wujud rasa
terima kasih sekaligus sebagai rasa cinta makhluk kepada sang Khalik. Dalam
mencintai alam berarti memelihara dan menjaganya dari kehancuran, tidak malah
menghancurkannya.
Untuk mengatasi ketersumbatan komunikasi, manusia
hendaknya mengasah kepekaan pikiran dan perasaan agar lebih memahami dengan ‘kehendak’
alam, sehingga diharapkan terjalin suatu hubungan intersubjektif antara manusia dan alam yang ideal dan
harmonis. Misalnya, manusia dapat belajar dari pohon pisang, akan
ditemui banyak pelajaran berharga, di antaranya adalah pelajaran pantang
menyerah sebelum menang. Jika diperhatikan, pohon pisang yang belum pernah
berbuah kemudian ditebang, dalam beberapa waktu dia akan tumbuh lagi. Jika
pohon pisang tersebut ditebang dan ditebang lagi, maka lagi-lagi dia akan
tumbuh lagi. Tapi coba perhatikan pohon pisang yang telah berbuah dan siap
panen kemudian ditebang, yang terjadi adalah dia akan membusuk dengan warna
kecoklatan dan melembek menyerupai tanah dan tentu saja dia tidak akan tumbuh
lagi. Pesan yang hendak disampaikan oleh pohon pisang adalah sifat keteguhan
hati, rasa optimis tinggi dan pantang menyerah sebelum menghasilkan sesuatu
selama masa hidupnya.
Contoh lain misalnya, lautan biru yang terhampar
luas, kadang-kadang kapal atau perahu layar melintas di atasnya, mengingatkan
kita pada seorang Archimedes. Menurutnya, air itu mempunyai dorongan sehingga
jika ada materi dimasukkan ke dalamnya maka beratnya akan berkurang. Bisa
dibayangkan jika sebaliknya, yakni jika air mempunyai tarikan, maka sulit bagi
kita untuk menggunakan fasilitas transportasi laut, karena setiap berlayar
transportasi tersebut akan tenggelam dibawa tarikan air laut tersebut.
Selain itu ada juga bukit-bukit karang yang
diserang bertubi-tubi oleh hantaman deburan ombak, yang menasihati kita untuk
tetap tegar dan sabar dalam menghadapi segala masalah dan cobaan. Masih banyak
lagi suasana alam dataran rendah yang dapat diambil pelajarannya, seperti
pohon-pohon kelapa yang melambai-lambai karena belaian angin yang mesra atau hiruk
pikuknya burung camar yang mencari makan.
Semua itu adalah kecantikan alam anugerah Tuhan yang mesti kita jadikan sebagai
sarana belajar, karena di dalamnya tersimpan pelajaran-pelajaran sangat
berharga yang dirahasiakan sang Kholiq agar kita bisa memikirkannya (bertafakur)
dengan modal yang kita miliki, yaitu akal.
Interaksi manusia dan alam
Manusia sebagai mikrokosmos merupakan bagian dari
alam sekaligus sebagai peneliti, pengamat dan pengelola alam. Manusia memiliki
keterkaitan dengan alam dalam menjalani proses kesejarahannya. Sumber pasokan
kebutuhan manusia seperti sandang, pangan dan papan telah tersedia di alam.
Jika keterkaitan ini tidak dirawat, maka yang terjadi adalah pensikapan yang
keliru dalam cara pandang dan perilaku manusia terhadapnya, sehingga manusia
mengalami keterasingan dari alam. Ini dibuktikan dengan minimnya kemampuan
manusia mendayagunakan, memanfaatkan, merawat dan menjaga alam. Manusia menjadi
penyebab bencana alam yang berdampak pada kehidupan sosial jangka panjang
seperti banjir yang mengakibatkan rusaknya sarana dan prasarana transportasi misalnya.
Hubungan manusia dengan alam bukan sekedar
hubungan dalam perspektif material
saja, tapi lebih dari itu di antara keduanya terdapat rasa saling mencintai.
Hal ini terbukti ketika manusia merindukan tempat kelahirannya ketika dia
merantau di negeri lain. Dalam teori sosiologi hubungan manusia dengan manusia
yang lain merupakan suatu keharusan atau tuntutan yang mesti dilakukan karena
manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa yang lain,
termasuk dengan alam sekitarnya.
Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah bentuk
interaksi seperti apa yang terjadi
antara manusia dengan alam? Menjawab pertanyaan ini, ilmu komunikasi
menjelaskan bahwa dalam teori komunikasi ada 2 bentuk komunikasi, yaitu
komunikasi verbal (komunikasi yang menggunakan lisan) dan komunikasi non-verbal
(komunikasi yang tidak menggunakan lisan, seperti gerak, simbol, tanda dan lain
sebagainya). Dari dua bentuk komunikasi tersebut, yang menjadi komunikasi
manusia dengan alam adalah bentuk komunikasi yang kedua, yaitu komunikasi
non-verbal. Oleh karena itu lagi-lagi manusia sebagai makhluk yang berakal
perlu merefleksikan kehidupan alam sekitarnya yang memberikan pesan-pesan
non-verbal tadi. Dari interaksi non-verbal inilah yang kemudian bisa membentuk
sebuah keharmonisan dalam
keberlangsungan hidup manusia dan alam.
Anjuran belajar dari alam
Dalam
proses belajar adakalanya memerlukan seorang pembimbing dalam hal ini
katakanlah guru, proses belajar seperti ini biasanya dilaksanakan oleh
lembaga-lembaga seperti sekolah, kursus dan lain sebagainya. Adakalanya tanpa
membutuhkan pembimbing dalam hal ini belajar mandiri seperti membaca dan
merenung untuk mendapatkan pelajaran, ilmu dan karya yang baik.
Adapun
dalam proses belajar yang membutuhkan seorang pembimbing yang biasa dilakukan
oleh lembaga pendidikan seperti halnya sekolah, seorang guru mesti pandai
memilih tempat dan suasana alam raya yang sekiranya bisa memancing kekuatan
intelejensi pelajar untuk dapat mengambil dan menerima pelajaran yang
disampaikan oleh alam.
Alquran mendorong kita untuk menggunakan akal,
berpikir, merenung (Ya`qilu, yatafakkaru, dan yatadabbaru dengan
tashrif derivatif masing-masing), ayat Alquran banyak sekali dengan
perkataan-perkataan itu, baik yang bernada pujian bagi yang melakukannya,
ataupun bernada gugatan bagi yang meninggalkannya. Seperti dalam surat Ali
`Imran ayat 190 yang artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi
dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang
yang berakal”.
Ini
membuktikan bahwa alam diciptakan bukan hanya untuk dinikmati, tapi dimanfaatkan
sebagai media untuk mendatangkan hikmah pada manusia untuk selalu taat kepada
Allah, alam juga merupakan bukti akan kebesaran Allah, sehingga manusia harus
senantiasa tafakur, tadabur dan
bersyukur.
Banyak sekali tokoh yang sering melakukan tafakur
dan tadabur kepada alam yang kemudian nama mereka menjadi besar dan
diperhitungkan oleh dunia, seperti di antaranya, dalam bidang filsafat, para
filsuf zaman prasocrates, bidang teologi, Imam Alghazali, Alfarabi, Ibnu Sina, Ibnu
Rusyd, bidang sains, seperti halnya Isaac Newton. Newton menemukan hipotesanya
ketika dia berada di alam, yakni ketika dia mengetahui buah apel jatuh dari
pohonnya, dengan kejadian ini Newton menyimpulkan bahwa bumi ini mempunyai gaya
gravitasi.
Mencintai alam, antara lain, bertujuan untuk
mengambil hikmah darinya. Alquran menggambarkan bahwa Alquran alam selalu sujud
kepada Allah sehingga mencintai alam akan mendorong manusia untuk juga selalu
tunduk kepada Allah. Mengenai hal ini Allah berfirman: Apakah kamu tidak
mengetahui bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi,
matahari, bulan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar dari manusia?
Dan banyak di antara manusia yang ditetapkan azab atasnya. Dan barang siapa
yang dihinakan Allah, maka tidak seorangpun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki. (Alhajj: 18)
Selain
itu, ayat lain yang menegaskan bahwa alam diciptakan untuk dijadikan sebagai
bahan renungan dan i`tibar bagi manusia adalah pada surat Yunus ayat 101 yang
artinya: “Katakanlah: Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi.
Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan Rasul-rasul yang memberi
peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman.
Kemudian
alam juga dijelaskan oleh Allah sebagai nikmat yang seyogyanya disyukuri oleh
manusia, sehingga alam tidak dirusak bahkan harus dipelihara. Berdasarkan firmannya:
Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk
(kepentingan)mu apa yang ada di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan
untukmu nikmat-Nya lahir batin. Dan di antara manusia ada yang membantah
tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa kitab
yang memberi penerangan. (Luqman: 20)
Alam sebagai ruang, bahan, dan media pembelajaran
Alam
raya mempunyai ruang yang sangat luas dan memiliki kekayaan yang melimpah ruah.
Kekayaan Indonesia, misalnya dilukiskan oleh Koes Ploes yang pernah
melegendaris dalam salah satu bait lagunya, tanah kita tanah surga, tongkat
kayu dan batu jadi tanaman. Keadaan seperti ini mestinya tidak hanya dimanfaatkan untuk
mencari keuntungan sendiri yang bersifat sementara tanpa memikirkan
keberlangsungan hidup alam, tapi lebih dari itu alampun juga bisa dimanfaatkan
untuk perkara yang lebih bernilai tinggi dan berharga, yaitu dengan menjadikan
alam tersebut sebagai sarana bagi manusia untuk berinspirasi, berekspresi, memanjakan
diri, sekaligus menjadi tempat untuk belajar. Akal dilatih untuk berfikir tentang kandungan dan
pesan di balik kejadian dan aktivitas alam. Alam pun dapat dijadikan media
belajar oleh guru dan pelajar dengan membuat kegiatan belajar di alam raya.
Alam merupakan salah satu media pembelajaran
potensial yang saat ini hampir dilupakan oleh para praktisi pendidik. Mereka
kurang menyadari kalau alam sangat bagus digunakan sebagai tempat untuk
melakukan proses belajar. Belajar dari alam bukan berarti kita hanya sibuk
memperhatikan gejala-gejala yang ditimbulkan oleh alam. Atau mengamati apa saja
yang dihasilkan oleh alam. Belajar dari alam adalah alam digunakan sebagai
tempat untuk melakukan proses belajar mengajar, dan apa yang bisa kita gunakan
dari alam sebagai alat peraga atau pendukung dalam proses belajar. Agar siswa
tidak hanya memahami materi yang diberikan oleh seorang guru sebatas pada alam
ide, tetapi juga bisa dipelajari secara empiris.
Dalam pelajaran biologi misalnya, siswa bisa belajar
tentang jenis-jenis unggas dan bagaimana cara merawat unggas tersebut. Untuk
penggalian lebih dalam tentang hal ini, siswa bisa melakukan interaksi atau
wawancara dengan pemelihara unggas. Bagaimana pakannya, cara merawat unggas
yang baik, apa yang harus dihindari agar unggas bisa tumbuh dengan sehat. Karena secara praktik, pemelihara unggas
lebih paham menangani unggas daripada seorang guru yang sekedar tahu dari
buku.
Contoh lain misalnya, dengan menggunakan pelajaran
terpadu IPS, IPA, Matematika dan PAI yang memiliki titik temu materinya. Siswa
dibagi ke dalam kelompok untuk melakukan wawancara atau belajar langsung kepada para petani yang berada di sawah/kebun
atau nelayan di pesisir pantai yang berhubungan dengan tema yang telah
diberikan kepada siswa. Setelah selesai, juru bicara kelompok diminta untuk
menyampaikan hasil belajarnya kepada siswa yang lain. Kemudian dapat dilakukan
tanya jawab.
Kegiatan belajar di alam disesuaikan dengan
alokasi waktu jam efektif yang disediakan di alam sejam, seminggu, sebulan atau
semusim misalnya. Pembelajaran ini didampingi oleh guru matapelajaran terpadu
tersebut. Belajar di alam mengandaikan kesiapan serta kemampuan guru dan
manajemen sekolah yang memadai untuk mendampingi pembelajaran siswa di alam.
Kegiatan belajar seperti ini untuk me-refresh
para pelajar untuk melatih daya intelejensi pelajar dalam menyerap pesan yang
disampaikan oleh alam. Mudah-mudahan dengan kegiatan belajar seperti ini bisa
menghasilkan para pelajar yang mengerti dan mengetahui keadaan alamnya sehingga
para pelajar bisa beradaptasi, mendayagunakan dan memelihara dengan baik pada nuansa alam lokal.
Kelebihan dan keutamaan belajar pada alam
Seperti yang telah disebutkan di muka, kegiatan
belajar kepada alam, entah itu belajar yang berupa kegiatan mengambil hikmah
darinya, memelihara kelestariannya dan mengakui akan kebesaran Allah. Kegiatan
ini mempunyai beberapa keistimewaan di antaranya adalah pertama, melaksanakan
anjuran agama karena ada beberapa nash yang menganjurkan kepada kita
untuk tafakur dan tadabur terhadap semua ciptaan-Nya. Kedua, melatih,
mengasah dan merangsang daya intelejensi untuk bisa berkomunikasi dengan alam,
sehingga kemudian diharapkan terjalinnya hubungan yang erat dan harmonis antara
manusia dan alam. Ketiga, bisa beradaptasi dengan nuansa alam lokal,
dengan begitu para pelajar tidak akan merasa teralienasi oleh keadaan alam di
daerahnya sendiri. Keempat, me-refresh kepala dari kepenatan rutinitas
dan aktivitas, karena keseringan belajar di dalam gedung yang terkadang membuat
para pelajar merasa jenuh. Alam yang berada di sekitar kita akan tidak
bermakna, jika tiada perhatian dan pandangan bahwa alam pun dapat memberi
pelajaran penting bagi manusia.
Wallahu A`lam.
Daftar Pustaka
Al-ghazali, Terj. Atang Sudiatno, SAPAAN
ALAM:Tafakkur Alghazali atas Fenomena Alam, (Jakarta: IIMaN, cet.I, 2003)
Berteens, K., Filsafat Barat
Kontemporer: Prancis, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, cet.VI, 2006)
Khairuzzaman, Dadang, Belajar Sukses
pada Alam, (Bandung: Kaifa, Cet. I, 2005)
Syadzili, Munawir, Prof. DR. Ijtihad
Kemanusiaan, (Jakarta: Paramadina, cet. I, 1997)
Tebba, Sudirman, Tasawwuf
Positif, (Jakarta: Prenada Media, cet.I, 2003)
Saya suka Pelajaran dari pohon pisangnya, sukron "rasa optimis tinggi dan pantang menyerah sebelum menghasilkan sesuatu selama masa hidupnya" ini penting dimengerti bagi generasi muda kita ...
ReplyDelete